Senin, 28 Desember 2009

Askep ISPA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Gambaran keadaan masyarakat Indonesia di masa depan atau visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai Indonesia sehat 2010, dan diharapkan umur harapan hidup waktu lahir bagi laki – laki adalah mencapai 60 tahun dan bagi wanita mencapai usia 55 tahun. Sejalan dengan itu semakin baiknya status sosial ekonomi masyarakat dan semakin majunya pembangunan bidang kesehatan maka umur harapan hidup makin tinggi. (http//www.depkes.go.id/diakses)
Untuk dapat mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010, ditetapkan misi pembangunan kesehatan meliputi menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu keluarga, masyarakat dan lingkungannya.( Profil Kesehatan Indonesia, 2000)
Oleh karena itu, disusun suatu sistem kesehatan nasional melalui rencana pembangunan lima tahunan bidang kesehatan sebagai sub sistem dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJPK). Sebagai wujud nyata dari hasil pembangunan bidang kesehatan khususnya bidang pengamatan penyakit selama lima tahun terakhir angka kesakitan sepuluh penyakit terbesar adalah termasuk infeksi saluran pernafasan dari penyakit infeksi saluran pernafasan tersebut termasuk diantaranya Ispa.
Menurut WHO (2005) angka kematian akibat penyakit ISPA di negara maju seperti di Amerika Serikat adalah 7 per 1.000 kelahiran, Australia 6 per 1.000 kelahiran, ataupun jepang 3 per 1.000 kelahiran, dan angka ini sangat renda jika di bandingkan dengan angka kematian di negara – negara berkembang.
Di Indonesia prevalensi ISPA cenderung meningkat setiap tahunnya. 40%-60% dari kunjungan puskesmas adalah oleh penyakit ISPA berumur kurang dari 2 tahun. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. (http: // www. Library. Usu. Ac. Id / download/fkm/fkm-rasmalia 9.pdf)
Menurut laporan Dinkes Prov. Sulsel tahun 2005, tercatat bahwa jumlah kasus ISPA mencapai 279.313 penderita atau sekitar 23,5 % dari semua kasus. (http://www.google.co.id)
Berdasarkan laporan Puskesmas Kassi-Kassi tahun 2008 di dapatkan 10 besar klasifikasi penyakit utama yang di derita masyarakat di wilayah kerja puskesmas kassi-kassi. ISPA menempati peringkat pertama dengan jumlah penderita 28.308 jiwa, dalam jangka waktu 1 tahun.

Schizoprenia : Halusinasi pendengaran


www.harnaworld.com
Schizoprenia : Halusinasi pendengaran

a. Persepsi
Beberapa pengertian persepsi menurut para ahli:
1) Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan serta perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca-inderanya mendapat rangsang (W. F. Maramis, 2005; 119 ).
2) Persepsi adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti penginderaan/sensasi: proses penerimaan rangsang (Harber, Judith, 1987).
3) Persepsi adalah kemampuam mengidentifikasi dan mengiterpretasi stimulus sesuai dengan informasi yang diterima melalui panca indera (Keliat dkk, 1999; 5).
Jadi gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mepunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya.
b. Halusinasi
Perubahan persepsi sensori adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal dan external) disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap setiap stimulus (Mary C. Tonwsend, 1998; 156).
Gangguan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian di bawah ini yang diungkapkan oleh beberapa ahli:
1) Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (W. F. Maramis, 2005; 119).
2) Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsangan dari luar atau external (Keliat dkk, 1999;5).
3) Halusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata terhadap Halusinasi menggambarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari kelima panca indera (Mary C. Townsend, 1998; 149).
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai halusinasi, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien terhadadap lingkungan tanpa ada stimulus yang nyata.
2. Etiologi Halusinasi
Menurut Stuart (2007; 247), faktor-faktor penyebab halusinasi yaitu:
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respons neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada area frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan atrofi otak.
b) Beberapa zat kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil penelitian menunjukkan hal-hal berikut ini:
- Dopamin neurotransmitter yang berlebihan.
- Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lain terutama serotonin.
- Masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin.
c) Penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi menunjukkan peran genetik pada skizofrenia. Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian skizofrenia yang lebih tinggi daripada pasangan saudara sekandung yang tidak identik. Penelitian genetik terbaru memfokuskan pada gen mapping (pemetaan gen) dalam keluarga dengan insiden skizofrenia yang lebih tinggi pada keturunan pertama dibandingkan dengan populasi secara umum.
2) Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologis yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. Sayangnya teori psikologis terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini. Akibatnya, kepercayaan keluarga terhaap tenaga kesehatan jiwa profesional menurun.
3) Sosiobudaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

b. Faktor Presipitasi/Stressor Pencetus
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptif meliputi:
Gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak, yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak (komunikasi otak yang melibatkan elektrolit) yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus.
2) Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit.
Sedangkan menurut Mary C. Townsend (1998; 156), penyebab terjadinya halusinasi yaitu:
1. Panik
2. Menarik diri
3. Stress berat mengancam ego yang lemah
4. Berduka yang belum selesai – mengingkari depresi
5. Perubahan-perubahan biokimia
Batasan karakteristik (dibuktikan oleh):
1. Berbicara dan tertawa sendiri
2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu (memiringkan kepala ke satu sisi seperti jika seseorang sedang mendengarkan sesuatu)
3. Berhenti berbicara di tengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
4. Disorientasi
5. Konsentrasi rendah
3. Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien menghasilkan respons tertentu seperti: bicara sendiri, bertengkar atau respons lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati.
Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan schizoprenia dan satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania depresif dan syndroma otak organic
4. Tanda dan Gejala Halusinasi
Tanda dan gejala halusinasi menurut Keliat (1999)
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
c. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
d. Tidak dapat memusatkan perhatian
e. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
g. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
h. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
i. Komunikasi kurang/ tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/ perawat
j. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
k. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
l. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
m. Tidak/jarang melakukan kegiatan sehari-hari.



5. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera, klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada
Rentang respon neurobiologi menurut Stuart (2007; 241).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

• Pikiran logis
• Persepsi akurat
• Emosi konsisten dengan pengalaman
• Perilaku sesuai
• Berhubungan sosial • Distorsi pikiran
• Ilusi
• Reaksi emosi berlebihan atau kurang
• Perilaku aneh/ tidak biasa
• Menarik diri • Gangguan pikir / delusi
• Halusinasi
• Sulit berespon emosi
• Perilaku disorganisasi
• Isolasi sosial
6. Jenis-jenis Halusinasi
Jenis-jenis halusinasi terdiri dari tujuh jenis ( Stuart, 2007) dikutip oleh Harnawati.http://harnawatiaj.wordpress.com, yaitu:
a. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar rtun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
c. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.
g. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
Jenis halusinasi lainnya yaitu:
a. Halusinasi haptik
Merupakan suatu persepsi, di mana seolah-olah tubuh penderita bersentuhan secara fisik dengan manusia lain atau benda lain. Seringkali halusinasi haptik ini bercorak seksual, sangat sering dijumpai pada pecandu narkoba.
b. Halusinasi autoskopi
Penderita seolah-olah melihat dirinya sendiri berdiri di hadapannya.
7. Tahapan Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda (Stuart dan Laraia, 2001 dikutip oleh Harnawati.http://harnawatiaj.wordpress.com), yaitu:
a. Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.



B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan (Keliat, 2006; 3). Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien ( Stuart & Larai, 2001). Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi, yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual.
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan, umumnya dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian.
Isi pengkajian meliputi:
a. Identitas klien
b. Keluhan utama/alasan masuk
c. Faktor predisposisi
d. Aspek fisik/biologis
e. Status mental
f. Kebutuhan persiapan pulang
g. Mekanisme koping
h. Masalah psikososial dan lingkungan
i. Pengetahuan
j. Aspek medik
Data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, seperti berikut ini:
a. Data objektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
b. Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga.
Data yang langsung yang didapat oleh perawat disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari hasil pengkajian atau catatan tim kesehatan lain disebut sebagai data sekunder.
Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari kelompok data yang dikumpulkan. Kemungkinan kesimpulan adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada masalah tapi ada kebutuhan
a. Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, tapi hanya memerlukan pemeliharaan kesehatan dan memerlukan tindak lanjut (follow-up) secara periodik karena tidak ada masalah, serta klien telah mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah.
b. Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan promosi, sebagai program antisipasi terhadap masalah.
2. Ada masalah dengan kemungkinan
a. Resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah.
b. Aktual terjadi masalah disertai data pendukung.
Dari data yang dikumpulkan dengan menggunakan format pengkajian, perawat langsung merumuskan masalah keperawatan pada setiap kelompok data yang terkumpul.
Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan serta dapat digambarkan sebagai pohon masalah (FASID, 1983 & INJF, 1996).
Agar penentuan pohon masalah dapat dipahami dengan jelas, penting untuk memperhatikan tiga komponen yang terdapat pada pohon masalah, yaitu:
a. Penyebab ( causa)
b. Masalah utama (core problem)
c. Akibat (effect)
Pengkajian pada klien dengan halusinasi meliputi beberapa faktor antara lain:
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan terlambat
1) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
2) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
3) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
1) Komunikasi peran ganda.
2) Tidak ada komunikasi.
3) Tidak ada kehangatan.
4) Komunikasi dengan emosi berlebihan.
5) Komunikasi tertutup.
6) Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan konflik orang tua.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa: atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.


f. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami schizophrenia.
2. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).
c. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
3. Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.
4. Mekanisme Koping
a. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
b. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
c. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
2. Pohon Masalah
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosialmaka klien menjadi menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006 dikutip oleh Harnawati. http://harnawatiaj.wordpress.com).
Gambar 2 : Pohon Masalah Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 1998: 8)

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan masalah keperawatan pasien yang mencakup baik respon sehat adaptif maupun maladaptif serta stressor yang berperan. (Gail G. Stuart, 2007; 35)
Ada 3 komponen yang esensial dalam suatu diagnosa keperawatan yang telah dirujuk sebagai bentuk PES (Gordon, 1987 dikutip oleh Mary C. Townsend, 1998; 1) yaitu :
a. Problem (masalah kesehatan).
b. Etiologi (penyebab dari problem).
c. Sign dan Sympton (menggambarkan sekelompok tanda dan gejala).
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan dan dapat ditegakkan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (1998; 8) yaitu :
a) Resiko perilaku mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi ...
b) Perubahan persepsi sensori; halusinasi … berhubungan dengan menarik diri.
c) Kerusakan interaksi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
4. Rencana Keperawatan
Perencanaan tindakan keperawatan terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu: tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosis. Tujuan umum ini dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai, dimana tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E). Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan tersebut terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu kognitif, psikomotor dan afektif yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan masalahnya, (Stuart dan Laraia, 2001). Untuk menetapkan tujuan umum dan tujuan khusus, perawat perlu memiliki kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berhubungan kemitraan dengan klien dan keluarganya. Tujuan akan sukar dicapai tanpa kerjasama yang baik antara perawat, klien dan keluarganya (Keliat, 2006; 14).
Diagnosa keperawatan 1: Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
1. Tujuan umum: tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2. Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengenal halusinasinya.
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
d. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik untuk mengontrol halusinasinya.
e. Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Tujuan Khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik.
1). Sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal.
2). Perkenalkan nama perawat
3). Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai
4). Jelaskan tujuan pertemuan
5). Jujur dan menepati janji
6). Bersikap empati & menerima apa adanya
Rasional :
a. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien
Tujuan Khusus 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya
Intervensi :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi perilaku klien yang terkait dengan halusinasinya
c. Bantu klien mengenal halusinasinya
1) Jika menemukan klien sedang berhalusinasi, tanyakan apakah ada suara yang ia dengar???
2) Jika klien menjawab ada, lanjutkan suara apa ia dengar?
3) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat dan bersungguh-sungguh)
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
d. Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi (jika sendiri, jengkel atau sedih)
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi pagi, siang, sore, malam;terus-menerus atau sewaktu-waktu)
e. Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusinasi (marah/takut, sedih, dan senang), beri kesempatan.
Rasional :
a. Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
b. Tahap awal untuk mengetahui adanya tanda dan gejala terjadinya halusinasi.
c. Dengan klien mengetahui halusinasinya maka klien dapat membedakan hal yang dapat membedakan hal yang nyata atau tidak.
d. Mengetahui kualitas dan kuantitas halusinasi dan indikator memberikan intervensi selanjutnya.
e. Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi
Tujuan Khusus 3 : Klien dapat mengontrol halusinasi
Intervensi :
a. Identifikasi bersama klien tentang cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, menyibukan diri)
b. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian kepada klien.
c. Diskusikan dengan klien tentang cara baru mengontrol halusinasinya
1) Melawan bayangan itu dengan mengatakan tidak mau melihat.
2) Lakukan kegiatan : menyapu/mengepel.
3) Minum obat secara teratur
4) Lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi
d. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
e. Anjurkan klien mengikuti TAK: orientasi realitas, stimulasi persepsi.


Rasional :
a. Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya
b. Meningkatkan harga diri klien
c. Hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan
d. Klien dapat mencoba dan kemudian mempraktekkan cara baru tersebut
e. Membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain dan dapat melupakan halusinasinya.
Tujuan Khusus 4 : Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Intervensi :
a. Anjurkan klien memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung; pada saat kunjungan keluarga)
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarganya untuk memutus halusinasinya
3) Cara merawat angota keluarga yang halusinasi di rumah; beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
4) Beri informasi waktu (follow up) kapan perlu mendapat bantuan; halusinasi tidak terkontrol atau resiko mencederai orang lain.
Rasional :
Mengetahui sejauhmana pngetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien
Tujuan Khusus 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinasinya.
Intervensi :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek samping obat yang dirasakan.
d. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 B
Rasional :
a. Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat secara teratur.
b. Menambah pengetahuan klien tentang efek samping obat.
c. Menghindari kesalahan dalam pemberian obat.
Diagnosa keperawatan 2: Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
a. Tujuan Umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.
b. Tujuan Khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat mengenal penyebab menarik diri
3) Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain
4) Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap
5) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
6) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
c. Intervensi Keperawatan:
Tujuan Khusus 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik.
Rasional:
a. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.


Tujuan Khusus 2: Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.
Intervensi :
a. Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
b. Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.
c. Beri Reinforcement positif atas keberhasilan klien mengungkapkan penyebab menarik diri.
Rasional:
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.
b. Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi selanjutnya
c. Meningkatkan harga diri klien.
Tujuan Khusus 3: Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain
Intervensi :
a. Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain
b. Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain
Rasional:
a. Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
b. Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.
c. Meningkatkan harga diri klien.
Tujuan Khusus 4: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap
Intervensi :
a. Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
b. Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap
- K – P
- K – P – P lain
- K – P – P lain – K lain
- K– Keluarga
c. Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan
Rasional:
a. Mencegah timbulnya halusinasi.
b. Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan orang lain.
c. Meningkatkan harga diri klien.


Tujuan Khusus 5: Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Intervensi :
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.
b. Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
c. Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan orang lain.
Rasional:
a. Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain
b. Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
c. Meningkatkan harga diri klien.
Tujuan Khusus 6: Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
b. Diskusikan dengan anggota keluarga :
c. Perilaku menarik diri
d. Penyebab perilaku menarik diri.
e. Cara keluarga menghadapi klien.
f. Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x seminggu)
Rasional:
a. Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.
b. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.
c. Agar klien merasa diperhatikan.
Diagnosa keperawatan 3: Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
a. Tujuan Umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri
b. Tujuan Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menyelidiki dirinya
c. Klien dapat mengevaluasi dirinya
d. Klien dapat membuat rencana yang realistis
e. Klien dapat memanfaatkan system pendukung keluarga
c. Intervensi Keperawatan:
Tujuan Khusus 1:Klien dapat membina hubungan saling per-caya.
Intervensi :
a. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikin
b. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien
c. Beri tahu bahwa tidak ada manusia yang sempurna.
d. Beritahu bahwa kekurangan dapat ditutupi dengan kelebihan yang dimiliki
e. Beritahu klien bahwa ada hikmah dibalik kekurangan yang dimilikinya.
Rasional:
a. Mengidentifikasikan hal-hal positif yang masih dimiliki klien
b. Mengingatkan klien bahwa dirinya manusia biasa yg mempunyai kekurangan.
c. Menghadirkan realitas pada klien
d. Memberikan harapan pada klien
e. Membuat klien tidak putus asa.
Tujuan Khusus 2: Klien dapat menyelidiki dirinya
Intervensi :
a. Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang nanti dan apa yg menjadi cita-citanya
b. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang dimilikinya.
Rasional:
a. Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien
b. Membantu klien membentuk harapan yang realitas.
Tujuan Khusus 3: Klien dapat mengevaluasi dirinya
Intervensi :
a. Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya
b. Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialaminya
Rasional:
a. Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal
b. Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien.
c. Meningkatkan harga diri klien
Tujuan Khusus 4: Klien dapat membuat rencana yang realistis
Intervensi :
a. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin di capai
b. Motivasi klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih
c. Berikan pujian atas keberhasilan yang telah dilakukan
Rasional:
a. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimilikinya
b. Menghargai keputusan yang dipilih oleh klien
c. Meningkatkan harga diri


Tujuan Khusus 5: Klien dapat memanfaatkan system pendukung keluarga
Intervensi :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga diri rendah
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d. Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah
e. Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil
Rasional:
a. Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah
b. Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat penyembuhan klien
c. Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah
d. Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien di rumah
e. Meningkatkan harga diri klien




5 Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien dan lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini (here and now) serta hal yang tidak boleh dilupakan bahwa dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan. (Keliat, 2006; 17)
6 Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan anara respon klien dan tujuan umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan. (Keliat, 2006)
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan SOAP mencakup :
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon.
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah :
a. Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
b. Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.
c. Meminta bantuan / partisipasi keluarga.
d. Mampu berhubungan dengan orang lain.
e. Menggunakan obat dengan benar.
Pada Keluarga :
a. Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.
b. Mampu merawat klien di rumah tentang cara mengatasi halusinasi dan mendukung kegiatan-kegiatan klien.
c.